Indahnya Berkenalan dengan Islam
Pengalaman hidup penulis di negara Metro Dolar ini sangat berpengaruh besar dalam perjalanan takdir. Al-hamdulillah belajar di Kuwait dapat merubah paradigma penulis tentang Islam.
Selama ini penulis menganggap Islam itu hanya mencakup syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, dan ritual sholawatan, tahlilan dan wirid saja. Islam masih dianggap tidak ada hubungannya dengan ekonomi, politik, sosial, seni, budaya, hankam, hukum, negara dan hubungan internasional.
Dulu seringkali penulis mencela orang yang tidak membaca kunut dan orang yang shalat tarawih 11 rakaat. Karena dianganggap mereka ingkar sunnah. Bahkan ketika penulis sekolah di madrasah, penulis pernah sangat kecewa sekali dengan seorang aktivis masjid yang melarang teman penulis bergandengan tangan dengan lain jenis. Sehingga penulis nyaris baku hantam dengannya.
Tapi setelah penulis fahami, ternyata hal itu termasuk pelecehan kehormatan wanita. Seharusnya setiap lelaki menjaga dan memuliakannya, sampai halal dengan akad nikah. Namun persepsi tentang kehormatan pun sepertinya masih kabur dan dikabur-kaburkan untuk kenikmatan sesaat. Sehingga menjadi tantangan kita untuk memperbaikinya secara bijak. Karenanya kita berkewajiban mengarahkan anak-anak muda untuk memahami pentingnya menjaga kehormatan dan aurat. Agar mereka semakin yakin bahwa ketika mereka bersih dan baik akan dipasangkan Allah dengan yang sekufu (selevel).
Penulis bersyukur telah diperkenalkan dengan Tuhan oleh seorang pemuda cerdas, sholeh, da’i moderat yang terkenal super talenta. Ia berasal dari Bukit Tinggi, Padang Sumatra Barat, dan termasuk salah satu alumni terbaik LIPIA Jakarta. Ia sudah tinggal di negara Kuwait sejak tahun 1992. Ia bernama Irsyad Syafar Buan. Lahir di Padang, tanggal, 18 November 1970, lebih tua dari usia penulis 6 tahun. Saat itu beliau masih kuliah di Haia’ah Islamiyah Kuwait, jurusan Pendidikan Islam. Dari sinilah awal kisah indahnya berbisnis dengan Tuhan.
Bang Irsyad (begitu beliau disapa) tinggal di sebuah asrama pelajar bernama Kaifan, bangunannya memiliki 10 lantai, bentuknya mirip apartemen. Asrama ini dihuni kurang lebih oleh 75 mahasiswa dari seluruh dunia yang mendapat beasiswa dari kementrian Kuwait.
Ketika penulis memasuki ruang belajar beliau, penulis terkagum-kagum dengan kaligrafi indah yang menghiasi setiap sudut ruangan, yang dihasilkan tangan talentanya. Tempat tidurnya begitu rapih, buku-bukunya yang berbaris di rakpun tersusun rapih. Kamar mandinya pun bersih dan wangi, tidak seperti kebanyakan kamar mandi anak muda lainnya, yang terkadang tak begitu bersih.
Paling mengagumkan penulis adalah prestasi beliau yang sangat baik di Kuwait ini, bahkan sudah mendapat anugerah sebagai mahasiswa teladan dari kementrian.
Ketika ditanya tentang alasan kenapa beliau begitu rapih, disiplin dan gigih, ia hanya tersenyum dan membacakan hadis Nabi yang berbunyi: ”an-nadzoofatu minal imaan” kebersihan itu sebagian daripada iman.
Bang Irsyad sering mengatakan “Bahwa penerapan ajaran Islam bukan hanya sekedar kata, ritual dan teori saja. Tetapi Islam lebih mendorong untuk meningkatkan etos kerja dan amal nyata yang dapat dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. Karena sesungguhnya Islam itu adalah sangat indah untuk dinimati syariatnya oleh setiap manusia”. tuturnya.
Orang yang sholeh untuk dirinya saja tidak begitu berarti dibanding dengan orang yang baik dan dapat memperbaiki orang lain. Rasulullah bersabda “ Sebaik-bainya mansuia adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain”(HR.Muslim)
Sungguh, setiap perjumpaan dengan hamba-hamba Allah, yang pinter, yang bijaksana, yang tua, yang muda, yang berpangkat, yang tidak mementingkan pangkat, yang putih, yang hitam, yang jangkung, yang pendek, yang ramah, yang judes, yang sholeh, yang jahat, yang dermawan, yang pelit, yang tawadhu, yang sombong, yang sederhana, yang rakus, yang santun dan yang tidak, yang berasal dari Asia atau dari Eropa, berasal dari Arab atau dari Melayu, adalah proses yang paling berharga, dalam membentuk pribadi saya dalam mengenal Tuhan. Namun dari sekian banyak sosok manusia yang saya temui, hanya satu yang paling saya kagumi saat itu, yaitu Bang Irsyad.
Sejak pandangan pertama bulan maret 1993, seminggu setelah sampai di negara Kuwait, saya sudah merasakan kehangatan bersama beliau, baik ketika bersalaman, berkenalan bahkan ketika saat makan bersama. Tutur katanya, akhlaknya, cara berpakaiannya, wawasannya, membuat saya jatuh hati.
Penulis bersyukur bisa bertemu dengan Bang Irsyad. Atas nikmat ini penulis dapat istikomah menjadi juru da’wah. Penulis semakin sadar bahwa dengan berda’wah hidup ini akan semakin indah dan semakin berkah. Walau da’wah itu tidak identik dengan ceramah saja. Da’wah bisa dengan tulisan, keterampilan atau seni seperti Habiburrahman.