Study Banding ke Negara-negara ASEAN
Kenangan penulis yang begitu bernilai ketika berusia 19 tahun mendapatkan kesempatan untuk studi banding ke negara-negara ASEAN. Tepatnya pada tahun 1996. Penulis berangkat bersama bang Irsyad dan beberapa pelajar Indonesia Kuwait. Di awali dengan Islamic training di beberapa wilayah Jawa dan Sumatra.
Safari da’wah kami ke negera ASEAN menjadikan hati bertambah senang. Sungguh penulis sangat bersyukur karena bisa bertemu dengan banyak orang shalih. Salah satunya adalah seorang direksi Bank Islam Malaysia (BIM) di Kuala Lumpur Malaysia. Ia memimpin BIM ini dengan penuh perjuangan dan tantangan yang sangat besar, baik dari kalangan Muslim atau non Muslim, baik instansi pemerintahan ataupun non pemerintahan.
Bank syariah ini semula sangat diragukan banyak orang akan kemampuannya. Namun, waktu membuktikan, kalau bank ini kini menjadi bank tercepat perkembangannya dan terbaik dalam berbagi keuntungannya. Perjalanan tersebut juga menambah keyakinan penulis, bahwa siapapun yang komitmen dengan syariah, Allah akan memberikan pertolongan dan keuntungan, baik di dunia serta akhiratnya. Tetapi yang selalu menjadi pertanyaan penulis adalah “Mengapa Bank Syari’ah di Indonesia tidak begitu diminati, dan hanya diserap 2% saja dari total 250 juta penduduk yang mayoritas Muslim?”.
Pembaca yang budiman.. Indonesia adalah negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Dari kuantĂtas yang begitu besar, sepatutnya menjadi potensi aset yang kuat jika dibarengi kualitas sumber daya manusia yang memadai. Tapi Sangat disayangkan, potensi ini, ternyata tidak secara otomatis dapat mendongkrak kepedulian ummat terhadap syari’atnya. Mayoritas masyarakat muslim masih kurang memahami dan kurang peduli dengan bank syariah, termasuk ada sebagian para akademisi, profesional, bahkan sebagian ulama.
Konferensi Menteri Luar Negeri OKI di Karachi tahun 1970 merekomendasikan pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembanguan (International Islamic Bank for Trade and Development). Resolusi itu ditindaklanjuti pada Konferensi Menteri Luar Negeri Negara-negara Islam di Bengazi, Libia, tahun 1973, dan didirikanlah Bank Pembanguan Islam (Islamic Development Bank/IDB) pada Oktober 1975. Dalam waktu dua tahun sejak IDB berdiri, sudah ada empat bank Islam di Timur Tengah. Yakni, Dubai Islamic Bank di Uni Emirat Arab (1975), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), dan Kuwait Finance House (1977).
Alhamdulillah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, perbankan syari’ah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik. Itu ditandai dengan menjamurnya sistem perbankan syariah, yang berlandaskan bagi hasil (profit sharing). Disaat sebagian umat Islam Indonesia sudah tidak nyaman bermuamalah dengan perbankan konvensional berbasis bunga yang sudah diftwakan haram oleh seluruh majlis ulama di dunia.
Maka dengan hadirnya sistem perbankan syari’ah ini, menyebabkan harapan baru yang lebih indah dan lebih berkah. Walau di sisi lain, sebagian orang ada yang masih kurang yakin dengan perbankan berbasis bagi hasil (syariah). Karena, dianggap sama saja dengan konvensional. Hal itu disebabkan oleh ketidak fahaman dan sebagian lagi semacam alergi (fobia) terhadap syariah atau Islam dalam perspektif ekonomi.
Bahkan terkadang hadirnya bank syari’ah dikait-kaitkan dengan piagam Jakarta, dengan opini yang dikembangkan bahwa sudah ada upaya pihak tertentu akan mendirikan Negara Islam. Tentu saja, opini ini sangat merugikan ummat dan sangat mengganggu stabilitas sebagai sebuah bangsa yang damai. Semoga setiap Muslim di dunia ini semakin cinta dengan sesamanya dan syariat-nya. “Sejahteralah Negeriku”.
Kenangan penulis yang begitu bernilai ketika berusia 19 tahun mendapatkan kesempatan untuk studi banding ke negara-negara ASEAN. Tepatnya pada tahun 1996. Penulis berangkat bersama bang Irsyad dan beberapa pelajar Indonesia Kuwait. Di awali dengan Islamic training di beberapa wilayah Jawa dan Sumatra.
Safari da’wah kami ke negera ASEAN menjadikan hati bertambah senang. Sungguh penulis sangat bersyukur karena bisa bertemu dengan banyak orang shalih. Salah satunya adalah seorang direksi Bank Islam Malaysia (BIM) di Kuala Lumpur Malaysia. Ia memimpin BIM ini dengan penuh perjuangan dan tantangan yang sangat besar, baik dari kalangan Muslim atau non Muslim, baik instansi pemerintahan ataupun non pemerintahan.
Bank syariah ini semula sangat diragukan banyak orang akan kemampuannya. Namun, waktu membuktikan, kalau bank ini kini menjadi bank tercepat perkembangannya dan terbaik dalam berbagi keuntungannya. Perjalanan tersebut juga menambah keyakinan penulis, bahwa siapapun yang komitmen dengan syariah, Allah akan memberikan pertolongan dan keuntungan, baik di dunia serta akhiratnya. Tetapi yang selalu menjadi pertanyaan penulis adalah “Mengapa Bank Syari’ah di Indonesia tidak begitu diminati, dan hanya diserap 2% saja dari total 250 juta penduduk yang mayoritas Muslim?”.
Pembaca yang budiman.. Indonesia adalah negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Dari kuantĂtas yang begitu besar, sepatutnya menjadi potensi aset yang kuat jika dibarengi kualitas sumber daya manusia yang memadai. Tapi Sangat disayangkan, potensi ini, ternyata tidak secara otomatis dapat mendongkrak kepedulian ummat terhadap syari’atnya. Mayoritas masyarakat muslim masih kurang memahami dan kurang peduli dengan bank syariah, termasuk ada sebagian para akademisi, profesional, bahkan sebagian ulama.
Konferensi Menteri Luar Negeri OKI di Karachi tahun 1970 merekomendasikan pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembanguan (International Islamic Bank for Trade and Development). Resolusi itu ditindaklanjuti pada Konferensi Menteri Luar Negeri Negara-negara Islam di Bengazi, Libia, tahun 1973, dan didirikanlah Bank Pembanguan Islam (Islamic Development Bank/IDB) pada Oktober 1975. Dalam waktu dua tahun sejak IDB berdiri, sudah ada empat bank Islam di Timur Tengah. Yakni, Dubai Islamic Bank di Uni Emirat Arab (1975), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), dan Kuwait Finance House (1977).
Alhamdulillah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, perbankan syari’ah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik. Itu ditandai dengan menjamurnya sistem perbankan syariah, yang berlandaskan bagi hasil (profit sharing). Disaat sebagian umat Islam Indonesia sudah tidak nyaman bermuamalah dengan perbankan konvensional berbasis bunga yang sudah diftwakan haram oleh seluruh majlis ulama di dunia.
Maka dengan hadirnya sistem perbankan syari’ah ini, menyebabkan harapan baru yang lebih indah dan lebih berkah. Walau di sisi lain, sebagian orang ada yang masih kurang yakin dengan perbankan berbasis bagi hasil (syariah). Karena, dianggap sama saja dengan konvensional. Hal itu disebabkan oleh ketidak fahaman dan sebagian lagi semacam alergi (fobia) terhadap syariah atau Islam dalam perspektif ekonomi.
Bahkan terkadang hadirnya bank syari’ah dikait-kaitkan dengan piagam Jakarta, dengan opini yang dikembangkan bahwa sudah ada upaya pihak tertentu akan mendirikan Negara Islam. Tentu saja, opini ini sangat merugikan ummat dan sangat mengganggu stabilitas sebagai sebuah bangsa yang damai. Semoga setiap Muslim di dunia ini semakin cinta dengan sesamanya dan syariat-nya. “Sejahteralah Negeriku”.
Posting Komentar
Posting Komentar