Bertemu dengan Mantan Mafia Mesir
Anugerah Allah yang pernah membuat penulis tercengang selama belajar di Kuwait adalh ketika penulis dipertemukan Allah dengan seorang lelaki yang mempunyai kisah yang luar biasa uniknya! Ia termasuk panglima pejuang kemerdekaan Afghanistan. Sosok lelaki yang tangguh dan sabar dalam mengusir dan mengahancurkan penjajah Uni Soviet selama 9 tahun.
Ia bernama Abdur Razak alumni salahsatu universitas di Mesir. I telah hafal 30 juz Al-Qur’an. Ia memiliki masa mudanya yang begitu berliku! Dimasa muda, ia terkenal sebagai ketua geng Mafia di Mesir. Kehidupan kelam dan sangat menakutkan. Setiap harinya hanya sibuk dengan mabuk-mabukan, jual narkoba, memperkosa, mencuri bahkan kadang menyiksa orang lain.
Tetapi kemudian ia disadarkan oleh seorang hafizah (penghafal Al-Qur’an) mahasiswi Al-Azhar yang akan diperkosanya semasa ia jahil. Ajaibnya 9 tahun kemudian Allah mentakdirkan wanita yang akan ia perkosa itu menjadi istri yang kini sangat dicintainya. Padahal prosesnya bukan ia yang mencari calon itu. Tetapi dicarikan adiknya. Kisah ini menjadikan penulis semakin yakin akan nyatanya hidayah dan pertolongan Allah SWT. Pertolongan Allah akan diberikan kepada siapa saja dan di mana saja sesuai kehendak-Nya.
Cobaan demi cobaan justru datang bertubi-tubi ketika hidayah sudah berada di dadanya. Ia ditangkap karena dianggap teroris dan berkali-kali disiksa di penjara bawah tanah salah satu negara Arab.
Penulis dipertemukan Allah dengan Sang Patriot pada tahun 1997. Saat penulis masih belajar di negara Kuwait. Al-hamdulillah sejak belajar di negara ini penulis dianugerahi karakter supel. Penulis sangat mudah bergaul dengan siapa saja dan dimana saja. Berkah ini menjadikan penulis banyak mengenal dan dikenal banyak orang. Salah satunya yang penulis kenal sangat baik adalah Kuwaitim dan Fathioun dari negara Al-Bania. Sehingga menjadi saudara seiman yang sangat dekat di hati. Sampai saat ini penulis masih menjalin persaudaraan dengan sangat indah.
Pada tahun 1996 penulis dianugerahkan untuk pergi menunaikan ibadah umrah ke Tanah Suci Mekkah bersam Fathion dan Kuwaitim serta 90 pelajar Asing lainnya. Kepergian kami disponsori oleh Lajnah Bu’uts At-Thulabiyah (Divisi Pelajar Internasional Kementerian Kuwait).
Sungguh keberadaan Ka’bah, Arafah, Jumrah, Shafa, Marwah, Jabal Rahmah, Bukit Badar, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi memberikan keindahan yang tiada terhingga. Keindahannya tidak mampu digambarkan melalui kata-kata.
Keajaibannya membuat kerinduan yang mendalam, hingga rasanya penulis ingin tetap berada disana. penulis yakin, siapapun yang pernah mengunjungi Tanah Suci akan merasakan jatuh cinta yang akan selalu terpanggil untuk kembali bersimpuh dihadapan Allah yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa.
Tanah Suci Mekkah, ternyata telah memberikan inspirasi besar bagi hidup ini. Sekembalinya dari Saudi, hidup ini terasa terwarnai spirit baru untuk lebih mengenal dan menyelami rahasia-rahasia Allah yang selama ini terlalaikan. Hari-hari menjadi lebih bermakna dengan kegiatan dakwah dan keilmuan.
Pada suatu hari, Kuwaitim mengajak penulis mengunjungi rumah Syeikh Abdur Razaq, yang selama ini penulis kenal sebagai pengajar Ushul Fiqh di Ma’had Diinii Qurtubah, Kuwait. Ia tinggal di Raudhah yang letaknya tidak jauh dari asrama kami di Qurtubah. Namun biarpun penulis sudah mengenalnya sejak lama, tetapi kami belum pernah berbincang-bincang secara khusus. Maka inilah kesempatan kami bertemu dan menggali pengalaman hidupnya.
Ketika kami sampai di rumahnya, belaiu menyambut dengan sangat ramah. Aura iman sudah terpancar dari senyum dan sapaannya yang begitu lembut dan menawan. penulis sangat senang berjumpa dengannya. Kemudian kami duduk dan berbincang-bincang penuh dengan kemesraan. Penulis membuka pertemuan ini dengan pertanyaan seputar perjalanan hidupnya dimasa lalu.
Sungguh penulis sangat terkejut ketika penulis mendengar bahwa beliau adalah orang paling di cari oleh agen KGB Uni Soviet. Penulis tidak melihat ada tanda-tanda ia seorang yang sangat ditakuti pasukan komunis. Ia begitu bersahaja dan sangat lembut. Walau sorot matanya begitu tajam namun tetap terasa teduh dipandang mata.
Di afghanistan Ia menjabat sebagai komandan batalion tentara mujahidin. Ia masuk barisan pasukan elit Asy-syahid Dr. Abdullah Azzam. Ia juga pengganti khutbah jum’at Dr. Abdullah azam, yang pada tahun 1987 mati syahid dibom intelijen KGB beberapa detik akan naik mimbar.
Subhanallah... Kami merasa kisahnya ini semakin menarik dan mengharukan. Sembilan tahun Abdurrazak berjuang bersama Abdullah Azzam. Setelah rezim Komunis pimpinan Gorbacheve tumbang ia melatih dan memimpin pasukan mujahidin di Moro. Tujuh bulan kemudia ia kembali ke negaranya. Ia sudah lama meninggalkan sanak keluarga yang dicintainya. Dengan kerinduan yang mendalam ia berharap segera ketemu orang-orang yang selama ini ditinggalkan. Tetapi kepulangan beliau disambut oleh polisi dan langsung dijebloskan di penjara bawah tanah bersama puluhan ribu mantan mujahidin dan puluhan ribu aktifis gerakan Islam.
Subhanallah... di penjara inilah dia disiksa dan dianiyaya. Hampir setiap hari ia dicambuk dan mendepat sarapan pongkol pentungan polisi di kepala dan wajahnya. Dengan tegar dan istikomah ia menghadapi cobaan ini. Setiap sore ia diintograsi dan disiksa untuk mengakui apa yang tidak dilakukannya. Ia wajib mengaku sebagai teroris yang merencanakan pemembomaan keduaan negara-negara Amerika dan Eropa. Tidak puas rezim penguasa ini menyakitinya dengan senjata. Mereka mencari cara supaya Abdurrozak dan kawan-kawannya menyerah dan menandatangani berita acara pemeriksaan.
Di suatu malam ia mendapat kiriman seorang gadis ke jeruji besinya. Gadis mesir itu begitu cantik, berbadan tinggi, lehernya begitu indah layaknya leher Angsa dan uniknya dia masuk tanpa sehelai benang pun dibadannya. Setengah menggoda gadis itu menyalami Abdurarazak. Namun dengan tenang Abdurrazak mempersilahkan gadis itu duduk disampingnya dan tidak menyentuhnya sedikitpun. Kemudian Abdurrazak bertanya “Siapa namamu dan dari mana asalmu?” gadis itu menjawab dengan tersipu malu dan merasa heran “Mengapa narapidana ini tidak tertarik untuk menyentuh tubuhnya?”
Perbincangan berlanjut sampai pagi. Gadis itu sangat kusyu mendengarkan penuturan Abdurrazak. Tidak terasa obrolan mereka dihentikan dengan suara adzan subuh yang terdengar dari menara Masjid. Gadis itu tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Dengan malu ia membetulkan tutup badannya dengan sorban Abdurrazak yang sudah diberikannya sejak semalam. Lalu dia berkata lirih dan penuh harap “Maafkan Aku ya Ustadz... do’akan Aku agar mendapat hidayah Allah SWT”. Kemudian gadis itu pergi dan entah apa yang ada dalam benak dan hatinya.
Perbincangan kami semakin menarik dan semakin seru. Abdurrazak mengisahkan sejarah Syeikh Ibnu Taimiyyah kepada kami. Ulama Kaharismatik Mesir ini juga dipenjara sampai akhir hayatnya. Ibnu Taimiyyah adalah ulama penulis kitab paling tebal dan paling berbobot sepanjang sejarah. Ia menyelesaikan kitabnya di penjara dengan judul Majmu’atu Fatawa. Ibnu Taimiyah dituduh telah mengganggu stabilitas nasional dengan fatwa dan tulisan-tulisannya. Abdurrazak mengutip perkataannya dengan penuh seksama “Assijnu jannati” bagi orang yang beriman penjara akan terasa menjadi istana dan bagi orang dzolim istana megah akan terasa menjadi penjara.
Sungguh kalimat yang sangat menyentuh hati. Penulis sangat malu kepada diri sendiri. Dan merasa bahwa dalam hidup ini tidaklah ada ujian yang seberat mereka. Pikiran penulis menerawang dan mengingat-ingat kisah Buya HAMKA yang juga menyelesaikan tafsir Al-Azharnya di penjara. Dr.Sayid Qutub juga menulis karya-karnya fenomenalnya di penjara. Walau akhirnya ia harus digantung oleh rezim mesir karena bukunya “Ma’alin Fittariq” dianggap menentang undag-undang Mesir yang bersumber dari Undang-Undang Francis yang pernah menjajah Mesir.
Subhanallah... dunia ini kadang terdengar dan terasa begitu kejam dan tidak adil. Orang yang baik kadang dianggap sebagai penjahat dan orang jahat dieleu-elukan serta dipuja puji layaknya seorang pahlawan.
Hari itu, sungguh perkenalan yang sangat mengharukan bagi penulis. Apalagi ketika penulis dan 2 sahabat penulis, Kuwaitim dari negara Al-Bania dan Moh. Ridwan dari Singapura diperbolehkan untuk menginap di apartemennya. Maha Suci Allah yang telah memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Di ruang yang sangat sederhana, yang berukuran 6x9 meter ini, kami berbincang-bincang sampai larut malam.
Sungguh kami beruntung dapat lebih mengenal Allah langsung dari orang yang telah bertransaksi bisnis dengan-Nya. Bertahun-tahun ia berada di medan jihad. Mengorbankan harta, keluarga, jiwa, ilmu dan pikiran untuk membela saudaranya yang dijajah dan berjuang demi kemenangan syari’at Allah SWT di muka bumi ini.
Syeik Abdurrazak melanjutkan kisahnya. Terkadang beliau terdiam sejenak, dan menyelingi ceritanya sambil menyampaikan ayat-ayat Allah SWT. Tutur kata Syeikh membuat kami terkesima, terharu, dan gembira. Bahkan ceritanya menjadikan kami merasa bahwa kami sedang berada di medan jihad bersama para syuhada. Taujih demi taujih yang disuguhkannya kami nikmati dengan seksama, bahkan 2 hari kami menginap di rumah syeikh, rasanya tidak terasa.
Abdurrazak menceritakan masa mudanya yang sangat hedonis dan kelam. Ia menjadi ketua geng Mafia anak muda Mesir. Hari-harinya hanya diwarnai dengan mabuk-mabukan, mencuri, memperkosa, bahkan memukuli geng lainnya. Pada suatu hari dia dan rekan-rekannya berencana akan memperkosa seorang gadis berjilbab mahasiswi Al-Azhar yang kebetulan lewat di tempat tongkrongannya. Sebagai kepala geng, Abdurrazak tentunya ingin menjadi yang pertama yang menikmati gadis itu. Namun ketika gadis itu sudah berada dalam dekapannya, dia melihat gadis itu meneteskan air mata, dan dengan penuh harap ia berkata: “Apakah Anda tidak takut Allah yang Maha Melihat dan Maha Kuasa?”, wajah Abdul Razak seperti disambar petir, mulutnya terkunci, tubuhnya kaku, wajahnya pucat pasi. Seketika ia melepaskan gadis yang ada di cengkeramannya itu. Dengan bibir bergetar ia berkata “Maafkan kami, pergilah kamu!”.
Bayangan kejadian itu, membuat hari-hari Abdul Razak dipenuhi kegelisahan. Wajah gadis itu selalu terbayang dan ucapannya selalu terdengar. Pada suatu hari ia bertekad dan berjanji melakukan taubat nasuha. Ia kemudian mulai serius kuliah dan mengahafal Al-Qur’an. Sebelem lulus kuliah ia tercatat sebagai hafizd Al-Qur’an 30 Juz yang sangat baik dan lancar. Setelah lulus S1 ia melanjutkan S2 di Cairo jurusan Syari’ah.
Ketika menyelesaikan S3 ia terpanggil untuk bergabung dengan pasukan mujahidin pimpinan Abdullah Azzam di Afghanistan. Ia berharap dengan kehadirannya disana akan membantu saudaranya yang sedang dijajah Unisoviet. Selama sembilan tahun ia berperang menaklukan musuh dan berhasil.
Pada usia 32 tahun ia memutuskan untuk menikah. Namun ia belum memiliki calon. Kemudian ia meminta adiknya yang berada di Cairo untuk mencarikannya dan ia percayakan seluruh prosesnya kepada adiknya. Akhirnya ia dinikahkan adiknya secara wakalah (perwakilan).
Pada suatu hari ia menjemput istri yang telah dinikahinya itu di Airport Pakistan. Tentu saja Abdurrazak belum mengetahui wajah istrinya ia hanya bisa menuliskan namanya diatas karton. Lalu tidak lama kemudian wanita yang dinantinya itu datang. Wanita bercadar itu berkata ”Asslamu’alaikum... Saya adalah istri Anda”.
Sepanjang jalan menuju apartemen, Abdurrazak terdiam dan tidak bicara. Mulutnya sepreti terkunci gembok sebesar 1 kg. Namun ketika mereka tiba di apartemen mulailah ada pembicaraan walau cadar sigadis itu belum dibuka. Saat berada di kamar gadis itu mulai membuka cadarnya. Abdurrazak kaget bukan kepalang. Wajahnya seperti disambar halilintar. Sungguh ia sangat terkejut melihat wajah gadis itu. Bukan karena pesona kecantikan isterinya yang sangat menawan. Tetapi ternyata wanita yang ada di depannya kini adalah gadis yang dulunya hendak ia perkosa bersama teman-temannya. Awalnya suasana begitu tegang. Tidak ada spetah katapun yang keluar dari lidah Abdurrazak. Sepertinya ia lebih berani untuk berhadapan dengan tentara paling sadis Uni Soviet dibanding berhadapan dengn wanita. Tapi suasana mulai mencair setelah wanita itu memeluknya erat-erat. Abdurrazak mulai tersenyum dan menikmati hembusan wangi harum rambut istrinya. Ketika ia merasakan detak jantung istrinya yang semakin kencang. Abdurrazak mendengar bisikan lembut bidadari didekapnya. “Subhanallah walhamdulillah... Inilah garis takdir Allah, siapapun diantara manusia tidak ada yang mampu menolaknya”.
Subhanallah...Penulis kadang merenung “Bagaimana ia bisa mendapat hidayah begitu uniknya? Kenapa ia ikhlas berjihad di Afghanistan? Bagimana ia bertahan di penjara bawah tanah dengan sisksaan pedih dan godaan wanita telanjang yang sengaja dihadirkan sipir penjara?”. Maha suci Allah atas hamba-hamba-Nya yang sholeh.
Sungguh pertemuan yang sangat unik dan menakjubkan. Penulis bersykur bisa bertemu dengan Abdurrazak. Pengalaman ini menambah keyakinan bahwa takdir adalah rahasia Allah SWT. Penulis meyakini bahwa dimanapun kita hidup maka sesungguhnya takdir ini akan mengejar kita. Apakah kita hidup dalam ta’at atau dalam maksiat. Takdir tetap akan datang menjemputnya.
Anugerah Allah yang pernah membuat penulis tercengang selama belajar di Kuwait adalh ketika penulis dipertemukan Allah dengan seorang lelaki yang mempunyai kisah yang luar biasa uniknya! Ia termasuk panglima pejuang kemerdekaan Afghanistan. Sosok lelaki yang tangguh dan sabar dalam mengusir dan mengahancurkan penjajah Uni Soviet selama 9 tahun.
Ia bernama Abdur Razak alumni salahsatu universitas di Mesir. I telah hafal 30 juz Al-Qur’an. Ia memiliki masa mudanya yang begitu berliku! Dimasa muda, ia terkenal sebagai ketua geng Mafia di Mesir. Kehidupan kelam dan sangat menakutkan. Setiap harinya hanya sibuk dengan mabuk-mabukan, jual narkoba, memperkosa, mencuri bahkan kadang menyiksa orang lain.
Tetapi kemudian ia disadarkan oleh seorang hafizah (penghafal Al-Qur’an) mahasiswi Al-Azhar yang akan diperkosanya semasa ia jahil. Ajaibnya 9 tahun kemudian Allah mentakdirkan wanita yang akan ia perkosa itu menjadi istri yang kini sangat dicintainya. Padahal prosesnya bukan ia yang mencari calon itu. Tetapi dicarikan adiknya. Kisah ini menjadikan penulis semakin yakin akan nyatanya hidayah dan pertolongan Allah SWT. Pertolongan Allah akan diberikan kepada siapa saja dan di mana saja sesuai kehendak-Nya.
Cobaan demi cobaan justru datang bertubi-tubi ketika hidayah sudah berada di dadanya. Ia ditangkap karena dianggap teroris dan berkali-kali disiksa di penjara bawah tanah salah satu negara Arab.
Penulis dipertemukan Allah dengan Sang Patriot pada tahun 1997. Saat penulis masih belajar di negara Kuwait. Al-hamdulillah sejak belajar di negara ini penulis dianugerahi karakter supel. Penulis sangat mudah bergaul dengan siapa saja dan dimana saja. Berkah ini menjadikan penulis banyak mengenal dan dikenal banyak orang. Salah satunya yang penulis kenal sangat baik adalah Kuwaitim dan Fathioun dari negara Al-Bania. Sehingga menjadi saudara seiman yang sangat dekat di hati. Sampai saat ini penulis masih menjalin persaudaraan dengan sangat indah.
Pada tahun 1996 penulis dianugerahkan untuk pergi menunaikan ibadah umrah ke Tanah Suci Mekkah bersam Fathion dan Kuwaitim serta 90 pelajar Asing lainnya. Kepergian kami disponsori oleh Lajnah Bu’uts At-Thulabiyah (Divisi Pelajar Internasional Kementerian Kuwait).
Sungguh keberadaan Ka’bah, Arafah, Jumrah, Shafa, Marwah, Jabal Rahmah, Bukit Badar, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi memberikan keindahan yang tiada terhingga. Keindahannya tidak mampu digambarkan melalui kata-kata.
Keajaibannya membuat kerinduan yang mendalam, hingga rasanya penulis ingin tetap berada disana. penulis yakin, siapapun yang pernah mengunjungi Tanah Suci akan merasakan jatuh cinta yang akan selalu terpanggil untuk kembali bersimpuh dihadapan Allah yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa.
Tanah Suci Mekkah, ternyata telah memberikan inspirasi besar bagi hidup ini. Sekembalinya dari Saudi, hidup ini terasa terwarnai spirit baru untuk lebih mengenal dan menyelami rahasia-rahasia Allah yang selama ini terlalaikan. Hari-hari menjadi lebih bermakna dengan kegiatan dakwah dan keilmuan.
Pada suatu hari, Kuwaitim mengajak penulis mengunjungi rumah Syeikh Abdur Razaq, yang selama ini penulis kenal sebagai pengajar Ushul Fiqh di Ma’had Diinii Qurtubah, Kuwait. Ia tinggal di Raudhah yang letaknya tidak jauh dari asrama kami di Qurtubah. Namun biarpun penulis sudah mengenalnya sejak lama, tetapi kami belum pernah berbincang-bincang secara khusus. Maka inilah kesempatan kami bertemu dan menggali pengalaman hidupnya.
Ketika kami sampai di rumahnya, belaiu menyambut dengan sangat ramah. Aura iman sudah terpancar dari senyum dan sapaannya yang begitu lembut dan menawan. penulis sangat senang berjumpa dengannya. Kemudian kami duduk dan berbincang-bincang penuh dengan kemesraan. Penulis membuka pertemuan ini dengan pertanyaan seputar perjalanan hidupnya dimasa lalu.
Sungguh penulis sangat terkejut ketika penulis mendengar bahwa beliau adalah orang paling di cari oleh agen KGB Uni Soviet. Penulis tidak melihat ada tanda-tanda ia seorang yang sangat ditakuti pasukan komunis. Ia begitu bersahaja dan sangat lembut. Walau sorot matanya begitu tajam namun tetap terasa teduh dipandang mata.
Di afghanistan Ia menjabat sebagai komandan batalion tentara mujahidin. Ia masuk barisan pasukan elit Asy-syahid Dr. Abdullah Azzam. Ia juga pengganti khutbah jum’at Dr. Abdullah azam, yang pada tahun 1987 mati syahid dibom intelijen KGB beberapa detik akan naik mimbar.
Subhanallah... Kami merasa kisahnya ini semakin menarik dan mengharukan. Sembilan tahun Abdurrazak berjuang bersama Abdullah Azzam. Setelah rezim Komunis pimpinan Gorbacheve tumbang ia melatih dan memimpin pasukan mujahidin di Moro. Tujuh bulan kemudia ia kembali ke negaranya. Ia sudah lama meninggalkan sanak keluarga yang dicintainya. Dengan kerinduan yang mendalam ia berharap segera ketemu orang-orang yang selama ini ditinggalkan. Tetapi kepulangan beliau disambut oleh polisi dan langsung dijebloskan di penjara bawah tanah bersama puluhan ribu mantan mujahidin dan puluhan ribu aktifis gerakan Islam.
Subhanallah... di penjara inilah dia disiksa dan dianiyaya. Hampir setiap hari ia dicambuk dan mendepat sarapan pongkol pentungan polisi di kepala dan wajahnya. Dengan tegar dan istikomah ia menghadapi cobaan ini. Setiap sore ia diintograsi dan disiksa untuk mengakui apa yang tidak dilakukannya. Ia wajib mengaku sebagai teroris yang merencanakan pemembomaan keduaan negara-negara Amerika dan Eropa. Tidak puas rezim penguasa ini menyakitinya dengan senjata. Mereka mencari cara supaya Abdurrozak dan kawan-kawannya menyerah dan menandatangani berita acara pemeriksaan.
Di suatu malam ia mendapat kiriman seorang gadis ke jeruji besinya. Gadis mesir itu begitu cantik, berbadan tinggi, lehernya begitu indah layaknya leher Angsa dan uniknya dia masuk tanpa sehelai benang pun dibadannya. Setengah menggoda gadis itu menyalami Abdurarazak. Namun dengan tenang Abdurrazak mempersilahkan gadis itu duduk disampingnya dan tidak menyentuhnya sedikitpun. Kemudian Abdurrazak bertanya “Siapa namamu dan dari mana asalmu?” gadis itu menjawab dengan tersipu malu dan merasa heran “Mengapa narapidana ini tidak tertarik untuk menyentuh tubuhnya?”
Perbincangan berlanjut sampai pagi. Gadis itu sangat kusyu mendengarkan penuturan Abdurrazak. Tidak terasa obrolan mereka dihentikan dengan suara adzan subuh yang terdengar dari menara Masjid. Gadis itu tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Dengan malu ia membetulkan tutup badannya dengan sorban Abdurrazak yang sudah diberikannya sejak semalam. Lalu dia berkata lirih dan penuh harap “Maafkan Aku ya Ustadz... do’akan Aku agar mendapat hidayah Allah SWT”. Kemudian gadis itu pergi dan entah apa yang ada dalam benak dan hatinya.
Perbincangan kami semakin menarik dan semakin seru. Abdurrazak mengisahkan sejarah Syeikh Ibnu Taimiyyah kepada kami. Ulama Kaharismatik Mesir ini juga dipenjara sampai akhir hayatnya. Ibnu Taimiyyah adalah ulama penulis kitab paling tebal dan paling berbobot sepanjang sejarah. Ia menyelesaikan kitabnya di penjara dengan judul Majmu’atu Fatawa. Ibnu Taimiyah dituduh telah mengganggu stabilitas nasional dengan fatwa dan tulisan-tulisannya. Abdurrazak mengutip perkataannya dengan penuh seksama “Assijnu jannati” bagi orang yang beriman penjara akan terasa menjadi istana dan bagi orang dzolim istana megah akan terasa menjadi penjara.
Sungguh kalimat yang sangat menyentuh hati. Penulis sangat malu kepada diri sendiri. Dan merasa bahwa dalam hidup ini tidaklah ada ujian yang seberat mereka. Pikiran penulis menerawang dan mengingat-ingat kisah Buya HAMKA yang juga menyelesaikan tafsir Al-Azharnya di penjara. Dr.Sayid Qutub juga menulis karya-karnya fenomenalnya di penjara. Walau akhirnya ia harus digantung oleh rezim mesir karena bukunya “Ma’alin Fittariq” dianggap menentang undag-undang Mesir yang bersumber dari Undang-Undang Francis yang pernah menjajah Mesir.
Subhanallah... dunia ini kadang terdengar dan terasa begitu kejam dan tidak adil. Orang yang baik kadang dianggap sebagai penjahat dan orang jahat dieleu-elukan serta dipuja puji layaknya seorang pahlawan.
Hari itu, sungguh perkenalan yang sangat mengharukan bagi penulis. Apalagi ketika penulis dan 2 sahabat penulis, Kuwaitim dari negara Al-Bania dan Moh. Ridwan dari Singapura diperbolehkan untuk menginap di apartemennya. Maha Suci Allah yang telah memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Di ruang yang sangat sederhana, yang berukuran 6x9 meter ini, kami berbincang-bincang sampai larut malam.
Sungguh kami beruntung dapat lebih mengenal Allah langsung dari orang yang telah bertransaksi bisnis dengan-Nya. Bertahun-tahun ia berada di medan jihad. Mengorbankan harta, keluarga, jiwa, ilmu dan pikiran untuk membela saudaranya yang dijajah dan berjuang demi kemenangan syari’at Allah SWT di muka bumi ini.
Syeik Abdurrazak melanjutkan kisahnya. Terkadang beliau terdiam sejenak, dan menyelingi ceritanya sambil menyampaikan ayat-ayat Allah SWT. Tutur kata Syeikh membuat kami terkesima, terharu, dan gembira. Bahkan ceritanya menjadikan kami merasa bahwa kami sedang berada di medan jihad bersama para syuhada. Taujih demi taujih yang disuguhkannya kami nikmati dengan seksama, bahkan 2 hari kami menginap di rumah syeikh, rasanya tidak terasa.
Abdurrazak menceritakan masa mudanya yang sangat hedonis dan kelam. Ia menjadi ketua geng Mafia anak muda Mesir. Hari-harinya hanya diwarnai dengan mabuk-mabukan, mencuri, memperkosa, bahkan memukuli geng lainnya. Pada suatu hari dia dan rekan-rekannya berencana akan memperkosa seorang gadis berjilbab mahasiswi Al-Azhar yang kebetulan lewat di tempat tongkrongannya. Sebagai kepala geng, Abdurrazak tentunya ingin menjadi yang pertama yang menikmati gadis itu. Namun ketika gadis itu sudah berada dalam dekapannya, dia melihat gadis itu meneteskan air mata, dan dengan penuh harap ia berkata: “Apakah Anda tidak takut Allah yang Maha Melihat dan Maha Kuasa?”, wajah Abdul Razak seperti disambar petir, mulutnya terkunci, tubuhnya kaku, wajahnya pucat pasi. Seketika ia melepaskan gadis yang ada di cengkeramannya itu. Dengan bibir bergetar ia berkata “Maafkan kami, pergilah kamu!”.
Bayangan kejadian itu, membuat hari-hari Abdul Razak dipenuhi kegelisahan. Wajah gadis itu selalu terbayang dan ucapannya selalu terdengar. Pada suatu hari ia bertekad dan berjanji melakukan taubat nasuha. Ia kemudian mulai serius kuliah dan mengahafal Al-Qur’an. Sebelem lulus kuliah ia tercatat sebagai hafizd Al-Qur’an 30 Juz yang sangat baik dan lancar. Setelah lulus S1 ia melanjutkan S2 di Cairo jurusan Syari’ah.
Ketika menyelesaikan S3 ia terpanggil untuk bergabung dengan pasukan mujahidin pimpinan Abdullah Azzam di Afghanistan. Ia berharap dengan kehadirannya disana akan membantu saudaranya yang sedang dijajah Unisoviet. Selama sembilan tahun ia berperang menaklukan musuh dan berhasil.
Pada usia 32 tahun ia memutuskan untuk menikah. Namun ia belum memiliki calon. Kemudian ia meminta adiknya yang berada di Cairo untuk mencarikannya dan ia percayakan seluruh prosesnya kepada adiknya. Akhirnya ia dinikahkan adiknya secara wakalah (perwakilan).
Pada suatu hari ia menjemput istri yang telah dinikahinya itu di Airport Pakistan. Tentu saja Abdurrazak belum mengetahui wajah istrinya ia hanya bisa menuliskan namanya diatas karton. Lalu tidak lama kemudian wanita yang dinantinya itu datang. Wanita bercadar itu berkata ”Asslamu’alaikum... Saya adalah istri Anda”.
Sepanjang jalan menuju apartemen, Abdurrazak terdiam dan tidak bicara. Mulutnya sepreti terkunci gembok sebesar 1 kg. Namun ketika mereka tiba di apartemen mulailah ada pembicaraan walau cadar sigadis itu belum dibuka. Saat berada di kamar gadis itu mulai membuka cadarnya. Abdurrazak kaget bukan kepalang. Wajahnya seperti disambar halilintar. Sungguh ia sangat terkejut melihat wajah gadis itu. Bukan karena pesona kecantikan isterinya yang sangat menawan. Tetapi ternyata wanita yang ada di depannya kini adalah gadis yang dulunya hendak ia perkosa bersama teman-temannya. Awalnya suasana begitu tegang. Tidak ada spetah katapun yang keluar dari lidah Abdurrazak. Sepertinya ia lebih berani untuk berhadapan dengan tentara paling sadis Uni Soviet dibanding berhadapan dengn wanita. Tapi suasana mulai mencair setelah wanita itu memeluknya erat-erat. Abdurrazak mulai tersenyum dan menikmati hembusan wangi harum rambut istrinya. Ketika ia merasakan detak jantung istrinya yang semakin kencang. Abdurrazak mendengar bisikan lembut bidadari didekapnya. “Subhanallah walhamdulillah... Inilah garis takdir Allah, siapapun diantara manusia tidak ada yang mampu menolaknya”.
Subhanallah...Penulis kadang merenung “Bagaimana ia bisa mendapat hidayah begitu uniknya? Kenapa ia ikhlas berjihad di Afghanistan? Bagimana ia bertahan di penjara bawah tanah dengan sisksaan pedih dan godaan wanita telanjang yang sengaja dihadirkan sipir penjara?”. Maha suci Allah atas hamba-hamba-Nya yang sholeh.
Sungguh pertemuan yang sangat unik dan menakjubkan. Penulis bersykur bisa bertemu dengan Abdurrazak. Pengalaman ini menambah keyakinan bahwa takdir adalah rahasia Allah SWT. Penulis meyakini bahwa dimanapun kita hidup maka sesungguhnya takdir ini akan mengejar kita. Apakah kita hidup dalam ta’at atau dalam maksiat. Takdir tetap akan datang menjemputnya.
Posting Komentar
Posting Komentar